Sabtu, 25 Juli 2009

Muhammad Yunus: 2030 Berharap Tidak Ada Kemiskinan di Indonesia




















Muhammad Yunus: 2030 Tidak Ada Kemiskinan di Indonesia
Presiden SBY menyambut Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian 2006 dari Bangladesh, di Istana Negara, Selasa (7/8) siang. (foto: anung/presidensby.info)
Presiden SBY menyambut Muhammad Yunus, peraih Nobel Perdamaian 2006 dari Bangladesh, di Istana Negara, Selasa (7/8) siang. (foto: anung/presidensby.info)
Jakarta: Pemenang Nobel Perdamaian tahun 2006 dari Bangladesh, Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank, memenuhi undangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk berkunjung ke Indonesia. Undangan untuk Muhammad Yunus itu ditulis tangan sendiri oleh SBY 13 Februari 2007. Selasa (7/8) siang, Muhammad Yunus hadir di Istana Negara, dalam acara Presidential Lecturer, yang dihadiri oleh Presiden SBY, Wakil Presiden Jusuf Kalla dan seluruh menteri Kabinet Indonesia Bersatu.

Tema yang diangkat oleh Muhammad Yunus dalam presentasinya adalah We Can Put Poverty Into Museums, yang dibawakan tanpa teks selama kurang lebih 45 menit, sebelum kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Dalam sambutan pembukaan, Presiden SBY menyatakan persetujuannya dengan gagasan Muhammad Yunus mengenai pentingnya akses keuangan bagi usaha kecil dan menengah serta kaum miskin. “ Akses keuangan atau kredit adalah kunci bagi kemakmuran, “ kata Presiden.

“ Bila kita kaya maka akan mendapatkan akses yang lebih mudah bagi pendanaan, dan bisa digunakan untuk menjadi lebih kaya. Tetapi bila kita miskin, maka kita tidak memiliki akses untuk pendanaan dan kita akan tetap miskin. Ada kaitan yang sangat dekat antara peningkatan akses kepada pendanaan dan pengurangan kemiskinan. Sebuah survey terakhir mengenai iklim investasi kita, keduanya mengenai iklim investasi secara umum dan iklim investasi di pedesaan, mengkonfirmasikan pandangan ini. Ketika para investor meletakkan kebijakan dan kepastian hukum sebagai faktor utama untuk berinvestasi di Indonesia, mayoritas UKM kami memiliki masalah akses pendanaan sebagai masalah utama bagi mereka, “ kata Presiden.

Ini adalah alasan utama mengapa baru – baru ini diluncurkan kebijakan untuk mempercepat pengembangan sektor riil, dimana pemerintah Indonesia meletakkan strategis yang penting pada kebijakan pengembangan UKM untuk meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja untuk mengurangi kemiskinan, “lanjut Presiden.

Dalam keterangannya kepada wartawan usai sesi tanya jawab, Muhammad Yunus mengatakan bahwa ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, dalam rangka mengembangkan kredit mikro ini. "Yaitu perluasan sistem keuangan kredit, sehingga bisa menjangkau setiap orang. Bagaimana bisa diciptakan sebuah kerangka kerja hukum untuk membawa pelayanan keuangan untuk orang miskin, harus merupakan sistem keuangan yang inklusif , tidak ada orang yang ditolak untuk mendapatkan pelayanan. Memberi kepemilikan kepada orang miskin, sehingga mereka bisa mengontrol nasib mereka sendiri, dan bisa menciptakan lapangan pekerjaan untuk mereka sendiri. Mengembangkan kreativitas manusia, karena pada dasarnya semua manusia adalah kreatif, tapi memerlukan inisiatif untuk mengeluarkan kreativitas itu. Mempersiapkan generasi berikutnya, sehingga kita tidak mengulangi hal yang sama yang kita lakukan pada generasi sebelumnya," kata Yunus.

Untuk Indonesia, Muhammad Yunus optimis bahwa kemiskinan bisa menjadi nol pada tahun 2030, seperti juga pada Bangladesh. “Kalkulasi saya berasal dari fakta, bahwa kita sudah berkomitmen untuk mengurangi kemiskinan separuhnya pada tahun 2015, seperti dalam Millenium Development Goals. Logika saya, bila kita bisa mengurangi sesuatu separuhnya dalam 15 tahun, maka kita akan bisa menguranginya menjadi nol pada 15 tahun berikutnya. Jadi itu adalah proses secara keseluruhan. Bila kita percaya bahwa kita akan mengurangi kemiskinan separuh pada 2015, kita bisa percaya bahwa kita menjadikannya nol pada tahun 2030. Dan Indonesia sudah pada jalur yang benar, mengurangi kemiskinan separuhnya pada tahun 2015, begitu juga dengan Bangladesh. Jadi kita bisa melakukannya pada tahun 2030, dan saya bisa mengatakan kemiskinan setelah itu hanya bisa dilihat di museum, tidak dalam komunitas masyarakat lagi, karena itu sudah menghilang, “ kata Yunus.

Isu hukum, menurut Yunus, perlunya diciptakan kerangka hukum yang baru. Dimana itu adalah isu global, bukan hanya di Indonesia. Karena peraturan perbankan tidak menciptakan perbankan untuk kredit mikro, yang membutuhkan aturan hukum yang berbeda. “Jadi aturan itu harus dibuat dalam rangka untuk membuat lebih banyak perbankan untuk kredit mikro untuk masyarakat miskin. Selain itu juga harus dibuat wholesale fund, sehingga setiap orang yang ingin meminjamkan uang kepada yang miskin bisa meminjam dari wholesale fund dan meminjamkannya kepada yang miskin. Di Bangladesh kami sudah melakukannya dan sangat sukses. Sehingga kredit mikro berkembang sangat pesat. Ini adalah gagasan yang lain,” jelas Yunus.

Gagasan lain yang dilontarkan Yunus adalah bagaimana menciptakan badan pengawas yang independen yang berasal dari pemerintah, tapi independen karena badan pengawas ini harus bebas dari kekuasaan, dan bisa memonitor perkembangan dan penyimpangan dari aturan kredit mikro.

1 komentar:

  1. Bikin judul jangan begitu, harusnya Tahun 2030 kita berharap tidak ada kemiskinan......jadi kesannya tidak sombong judulnya..iya nggak kang ?

    BalasHapus