Selasa, 21 Juli 2009

"Mengapa Telkomsel Tarifnya Mahal Buat Internetan"








Telkomsel tarifnya kok mahal banget ya? Tapi kok ya penggunanya itu banyak banget? Itulah barangkali yang mengherankan dari sekian banyak orang. Tarifnya mahal, tapi kok ya banyak yang memilih menggunakannya. Selain Telkomsel, sedikit di bawahnya ada Indosat yang juga memiliki tarif agak mahal. Padahal sekarang banyak operator lain yang menawarkan harga sangat murah, bahkan sering bergratis-gratis ria. Tapi penggunanya juga masih sedikit.
Banyak pengguna Telkomsel sendiri yang mungkin ngedumel dengan tarif yang tidak turun-turun sehingga pengguna operator lain sering mencibirnya karena memiliki tarif mahal dengan membanding-bandingkan ketika menelepon. Mungkin, inilah beberapa alasan mengapa Telkomsel (mungkin juga Indosat) tidak juga menurunkan tarifnya dan mengapa masih banyak yang menggunakannya.

1. Kasihan terhadap operator kecil
Saya yakin sangat mudah bagi Telkomsel untuk menurunkan tarifnya, misalnya 15 persen seperti yang diinginkan oleh KPPU. Tapi apa imbasnya jika Telkomsel menurunkan tarifnya? Turunnya tarif operator raksasa memiliki efek pisau bermata dua. Pertama, tentu pelanggan akan merasa sangat senang dengan tarif yang murah dari Telkomsel maupun Indosat sehingga semakin setia menggunakannya. Namun, ini akan berefek sangat besar bagi perkembangan industri telekomunikasi yaitu operator-operator kecil bisa dipastikan akan segera mampus!
Inilah juga yang menjadi alasan bagi XL mengapa sekarang menurunkan tarifnya menjadi sangat murah yaitu Rp. 1/detik setelah menit kedua. Karena kartu Bebas itu stagnan, tidak berkembang alias jumlah pelanggannya juga segitu-segitu saja meskipun pernah menggunakan tarif Rp. 25/detik apalagi sebelumnya. Jumlah pelanggan kartu Jempol malah meningkat dengan cepat sempat melebihi kartu Bebas. Jika dibiarkan, maka lama kelamaan kartu Bebas bisa mati juga, akhirnya membuat gebrakan dengan menurunkan tarif sampai Rp. 1.
Kartu Bebas mungkin kurang menarik dan XL terlalu takut jika produknya ini mati. Terlihat, ketika Mentari menggunakan tandingan iklan Rp. 0 yang sebenarnya hanyalah akal-akalan dari marketingnya Indosat (marketing gimmick) dari program Free Talk, XL begitu kelabakan. Akhirnya XL sampai membuat iklan tandingan dengan mengeluarkan iklan tong kosong nyaring bunyinya.
XL memang sangat berminat untuk menduduki posisi nomor dua sehingga terlihat jelas usaha menantangnya dengan mengeluarkan produk yang mirip-mirip dengan Indosat. Pada iklannya, Jempol adalah Jawara SMS, padahal IM3 sudah lama membuat tagline sebagai Rajanya SMS. Penggunaan kata Jawara merupakan kesalahan dari XL. Karena posisi Raja pasti lebih tinggi dari Jawara, ini mungkin yang tidak disadari oleh XL. Begitu juga Bebas sebagai Jawara telpon murah yang langsung fight dengan Mentari.
Promo-promo dari XL memang menarik, sayang sekali XL adalah perusahaan yang hampir seluruhnya dimiliki Malaysia aka Malingsia. Tahu sendiri kan bagaimana ulah si Malingsia Keparat terhadap Indonesia.
Menurut saya, walaupun Telkomsel dan Indosat juga dimiliki oleh Singapura, itu masih mending. Saham Tumasik lewat Singtel di Telkomsel hanya 35 persen, selebihnya menjadi milik Telkom, BUMN. Saham Tumasik lewat STT di Indosat sekitar 40 persen, itupun 25 persennya dibeli oleh Qatar Telecom, jadi mungkin totalnya hanya 30 persen yang murni dimiliki Tumasik. Sisanya, sekitar 17 persen dimiliki pemerintah dan sisanya lagi dilepas ke publik. Jadi, menggunakan Telkomsel atau Indosat masih lebih menguntungkan bagi Indonesia daripada XL Malingsia ataupun 3 yang murni dari luar negeri.
2. Prestise Pelanggan
Gengsi, mungkin itulah juga yang menyebabkan banyak pelanggan menggunakan produk Telkomsel. Walaupun tarifnya mahal, menggunakan Telkomsel mungkin terasa lebih pede bagi sebagian orang. Perbandingannya mungkin seperti ini. Untuk beli makan atau minum, ada dua pilihan yaitu yang kelas bawah seperti warung di pinggir jalan dan restoran mewah.
Kalau semua orang selalu berfikir akan harga murah, tentunya semua akan memilih pergi ke warteg daripada ke restoran. Tapi apa buktinya? Warung memang selalu ada pembeli, tapi restoran juga sangat ramai. Orang kaya pasti akan memilih makan di restoran untuk makan atau Starbucks untuk sekedar minum jika mau makan atau menemui relasi. Service, kenyamanan, kemewahan, itu yang ditawarkan. Sambil membuka laptop untuk browsing lewat akses internet hostpot untuk sekedar cek email dari kastamer atau mungkin ngeblog ria .
Mayoritas kalangan bawah memilih makan di warteg, mayoritas kalangan atas memilih makan di restoran. Rasanya? Mungkin sama. Harganya? Jauh berbeda. Tapi meskipun mahal juga sangat laku. Mungkinkah itu juga berlaku di dunia telekomunikasi? Sangat mungkin
3. Coverage
Kalau ini tidak perlu dijelaskan lagi, operator raksasa bisa menjangkau hampir seluruh pelosok di seluduh Indonesia. Tidak perlu menurunkan tarif juga tetep aja laku, karena memang pilihannya hanya itu.
4. Kuatnya brand
Henpon itu ya Nokia, kartu itu ya Simpati (pokokmen Telkomsel). Alternatif lain henpon ya Sony Ericsson, kartu ya Mentari (Indosat). Mungkin itu juga yang muncul di otak bawah sadar banyak orang, terutama yang di desa-desa. Mereka banyak yang gak kenal apa itu operator-operator kecil.
Mungkin masih ada beberapa alasan lain yang belum disebutkan, jadi tolong bantuin juga .Untuk operator-operator kecil, silahkan terus menerus bermain di tarif bawah untuk mendapatkan pelanggan sedikit demi sedikit. Nanti kalau sudah banyak bolehlah menaikkan tarif
Untuk pengguna operator raksasa, silahkan menikmati tarif kelas premium dengan nyaman. Jangan lupa selalu bawa dompet yang paling tidak berisi kartu ATM dan Kartu Kredit
Hayoooo…..kamu pake kartu GSM apa..he he he he…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar